Thursday, January 2, 2020

Milea, suara dari Dilan (versi kita...)

Dilan 2020
Hanifa Marisa

Capek ujung minggu, membuat Dilan menyandarkan bahunya miring ke dinding kereta. Menuju Bandung. Tas sandang dia tarok di bagasi atas kepala. Isinya penuh oleh laptop dan pakaian kotor. Pakaian kotor oleh-oleh untuk dicuci bibik nanti. Sungguh, kerja magang di perusahaan rada besar di Jakarta, sejenak membuatnya terlengah dari gangguan wajah Milea.  Milea, dimana dia kini? Setamat SMA, kata  teman-teman, dia kuliah di Jakarta ini. Terkadang, ia berkhayal, andai dalam perjalanan tugas magangnya ini, ia tiba-tiba bertemu Milea. Terserah, dimana saja. Di jalan, di stasiun kereta, di minimarket, atau di bus transjakarta, atau dimanapun Tuhan mentakdirkan. Milea itu, indah. Milea itu sungguh, satu-satunya perempuan yang merebut hatinya. Bukan, bukan hanya hatinya, tapi juga hati bundanya.  Milea,…. Dan mata Dilan terpejam. Di jok kereta menuju Bandung. Dalam dekapan angan tentang Milea,…..

Sungguh takdir tidak berpihak kepadanya. Karena tiba-tiba Milea sungguh bersua. Rasanya di kantor tempat ia magang, ia dipanggil oleh seorang wanita cantik yang setengah berlari mendekatinya. Berbaju coklat muda. Rambut panjang terurai. Mata polos penuh kasih. Bibir seperempat terbuka. Dan gigi depan dengan ukuran yang khas. Cantik, spesifik….

Rasanya mereka bertemu dalam alam berbeda. Milea bercerita tentang segala yang ia alami sejak pindah dari Bandung karena bapaknya mutasi ke Jakarta, di Cijantung. Lalu ia kemudia masuk perguruan tinggi di sini, bidang ekonomi beberapa tahun, dan bekerja di perusahaan tempat ia magang. Tak hanya bekerja, bahkan ia dilamar oleh direktur marketingnya, Herdi. Lalu semua kisah seakan sirna ditutup tuntutan hidup Jakarta yang baru, yang sibuk, yang pragmatis, yang permisif, dan Milea, gadis anggunnya itu, takluk di tangan Herdi.  Dilan sungguh tak terima. Tidak! Ini tak boleh terjadi. Dia telah berjanji, siapapun yang coba menyakiti Milea, ia akan hilang. Siapapun yang mengambil Milea dari hatinya, ia akan sirna dari bumi. Milea adalah orang yang dikirim Tuhan untuk dia, bukan untuk yang lain!!!

Lalu menghadapi fakta ini, Dilan berontak. Dilan berteriak. Memekik! Bayang cerita tentang Milea yang tadi indah dan romantic  di kaca jendela kereta api, sesaat berubah menjadi horror dan tak berpihak. Tidak. Tidaaak. Tiodaaaakkkk!!! Milea , Milea, jangan jauhkan ia dari hidupku,…Dilan mengharap. Menghiba. Tapi semua yang ada di sekelilingnya tak peduli, termasuk lelaki yang duduk di seberang jok nya di kereta ini. Dan dengan reflek, tinjunya menghantam kaca jendela. Mengambil botol minuman di meja kecil pinggir dinding dan meremas dan menghempaskannya ke lantai. Prakkk!!!

Orang-orang semua terkejut. Penumpang di depan, di samping dan di belakang, menoleh. Yang di depannya, lelaki paro baya yang sedari tadi melihat ia bernafas dengan sesak dalam tidurnya di jok kereta , berusaha mendekati dan memeegang bahu Dilan. “Asep, mimpi nya? Hayo atuh, bangun. Sudah hampir Bandung ieu…” ucapnya. Astaghfirullah, sungguh ia terbawa mimpi yang menyayat, di siang bolong, di tidurnya dalam kereta menuju Bandung.

Kata ustad dan guru agama, mimpi itu ada takwilnya kan? Jadi jika tadi di mimpinya , Milea hilang, apa artinya? Milea hilang? Milea tak akan bertemu lagi? Milea akan menikah dengan orang lalu pergi jauh? No ! Tidak. Itu tidak boleh terjadi... Bukankah ia sudah pernah bertanya lantang pada malaikat cantik itu, tentang cita-cita? Kata Milea, ia mau jadi pilot. Dan Milea balik bertanya cita-citanya. Spontan, "kawin denganmu, mau?" "Mauuuu...." jawab bidadari itu. Tak hanya itu, bundanyapun terlompat kata, bahwa Milea adalah calon mantunya. Coy, gadis mana sebelum ini yang dipeluk bundanya penuh kasih? Tak ada! Sungguh, tak ada! Hanya Milea. Hanya engkau Mileaku... Tuhan, jangan ada yang menyakiti Milea. Tuhan, jangan buat Milea hilang.....
Di rumah Dilan terperangah. Ayahnya sakit keras dan ada di rumah sakit. Ayahkah yang akan hilang? Inikah takwil mimpi di kereta tadi? Tidak ya Tuhan. Tidak. Sekali kali tidak. Ayahpun tak boleh hilang, seperti halnya Milea. Dan Dilan terpaku menekur, lama, di ujung teras rumahnya yg kini sepi...

***
Adakah orang yang mampu menolak suratan? Takdir yang ditulis Tuhan ? Tak ada! Bahkan para nabi dan rasul kekasih Tuhan, sekalipun, tetap mati juga. Termasuk sekelas Firaun dan Qarun. Atau bahkan penguasa besar akhir zaman sekarang. BIsa saja, pak Presiden yang sekarang sudah berkuasa 29 tahun, turun dan diganti. Siapa tau kan? Dan itulah yang hatus dia ikuti kini; suka atau tidak suka. Ayah yang perkasa itu pergi. Sekalipun ia dulunya kuat. Sekalipun ayah mampu berhasil menundukkan berbagai cobaan hidupnya. Namun tidak, untuk ajal,....

Tembakan salvo memecah Udara. Bunyinya menggelegar. Ada aroma pilu juga di frekuensi telinga. Gerakan-demi-gerakan prajurit pelaksana upacara pelepasan di makam, kaku, keras dan tegas. Bercampur aduk dengan kepak sayap burung hitam, yang terbang menjauh...dari zona deret kuburan yang tersusun sistematis. Tak ada sepatahpun kata terucap dari bibirnya. Sungguh, ia tak terbiasa dengan upacara dukacita, dan mengucap innalillah, kecualai saat Kew pergi. Cuma sekali itu. Ya, cuma itu....

Di deretan sisi tanah segar liang lahat Ayah, ia dan keluarganya berdiri mematung. Ada keluarganya, ada keluarga pihak Ayah. Ada banyak ponakan Ayah, sepupu-sepupunya. Termasuk Chyndi, gadis remaja berambut pendek, yang jika silaturrahmi lebaran, sering dijodoh-jodohkan dengannya...

Sampai akhirnya dia lihat kijang merah menepi di pagar area, dan sesosok tubuh yang sangat dia kenal turun bersama ibunya. Rambutnya Panjang terurai. Rada bergelombang. Matanya berbinar terang. Bibirnya seperempat terbuka. Gigi depannya berukuran beda, dan teramat cantik....

***

Inikah rasanya dikunjungi bidadari saat kita kehilangan? Seperti diaduk-aduk. Satunya pergi dan lainnya datang. Dilan sangat menyadari kini, alam ini bukan miliknya. Panglima tempur geng motor itu, ternyata begitu kecil di hadapan Yang Maha Pemilik Takdir. Tahukan kalian apa yang dilakukan Dilan di hadapan Milea dan ibunya? Menangis seperti anak bayi , bagaikan dulu Milea meratap di pelukan bundanya.....
Milea, Eya,...jika ada selembar maaf suci di bilik hatimu, maka akuingin itu untukku, kini!


Panglima tempur yang tetiba cengeng senitimentil....


****


Sabtu 28 April 2018, adalah reuni yang sesungguhnya SMA mereka. Dilan, atau kini mungkin lebih tepat dipanggil Pak Dilan, datang bersama istrinya, bu Eya. Kita yakin, tak satupun diantara kita, yang menyangka ia adalah Dilan. Sebab kini ia telah berubah menjadi bapak-bapak muda berjenggot. Dengan wajah teduh dan mata yang sejuk. Rambut tersisir rapi mengkilat. Bersamanya hadir seorang wanita semampai yang telah memberinya empat anak. Kitapun takkan menyangka, wanita keibuan dengan wajah menebar senyum itu, adalah bu Eya, istri pak Dillan.
"Kita hadir reunian hari Sabtu nya?" Dilan bertanya di rumah mereka, komplek penuh pohon pinggiran Bogor.
"Nya Abi,..."jawab Eya. Dilan kini sudah menjadi bapak empat orang anak remaja dan kecil-kecil. Eya suka datang, sebab di grup WA teman-teman bilang, akan ada acara santunan untuk panti jompo. Itu sangat sesuai dengan dunianya kini, sebagai orang yang mengurusi Pendidikan anak-anak pra sekolah, di komplek mereka. Ya, sebuah Lembaga yayasan yang baru berkembang, dan memiliki pertumbuhan jumlah murid menggembirakan. Aplagi didukung oleh suaminya, yang bekerja di perusahaan BUMN bidang pembangunan infrastruktur.

Apa kita terheran dengan tampilan mereka kini? Ya. Panglima tempur yang dulu beringas di kota kembang dan bunga SMA 4 nan cantic rambut terurai, kini berubah menjadi keluarga teduh, sakinah, mawaddah wa rahmah!
Bukan mulus juga jalan mendapatkan suasana ini. Peristiwa rusuh 1998 membuat mereka berubah dari warga biasa yang memburu duit ibukota, ke pengusaha UMKM kecil pinggiran kota Bogor. Rusuh itu hamper membuat Eya keguguran putri mereka yang sulung, jika tak cepat ditolong. Rusuh demo telah menghalangi banyak hal, termasuk melahirkan buah cinta mereka. Reformasi adalah rahmat yang bercampur laknat!, begitu istilah yang mereka sepakati, jika mengingat peristiwa itu.
Namun kini, sebagai keluarga muda, alhamdulillah mulai mapan. Rumah kecil dan kendraan. Anak-anak sekolah dan berprestasi. Semuanya, pintar shalat dan mengaji.
Reuni di panti jompo ini, adalah bagian dari ibadah yang kini Dilan dan Eya lakoni.
"Eya bahagia tidak, dengan apa yang kini kita lalui?" suatu kali Dilan pernah bertanya.
Eya tak menjawab. ia memandang suaminya. Lalu menempelkan jarinya di mulut Dilan. Lama. Sampai akhirnya, keduanya sama tersenyum.
***
 Di sela reunian itu, banyak yang mendekati Dilan dan Milea, mereka bertanya penasaran, "Kenapa di buku ketiga kisah kalian dibuat tak sesuai kenyataan seperti ini?"
Milea memegang lengan suaminya, dan menerangkan,"Ini, bapaknya anak-anak yang punya ide bersama si penulis, katanya sih agar nilai jual ekonomisnya lebih tinggi..."
Dilan tersenyum lebar. Semua ketawa.

2 comments: