Air,
Belalang dan Cacing
(A,B dan C)
Oleh Hanifa
Marisa
Marilah mari
kita berbincang
Nun di hijaunya rumput pematang
Di bawah daun menjelang siang
Seekor cacing menjulur memandang
Dasar sawah
berlumpur lembut
Mungkin bagus untuk habitat belut
Cacing mengintip tiada kecut
Siapa tahu rezki menurut
Sinar
menembus daun dan air
Belalang kecil hijau parkir
Entah bersenandung atau berzikir
Diiringi bunyi air pembuluh mengali
Embun
tersenyum sambil dikulum
Memandang cacing muncul clutellum
Ingin menyapa, tapi belum
Biarkan sejenak daun mengalun
Di sawah berjenjang jenjang
Di sejauh mata memandang
Di hati nan terasa lapang
Di wajah nan ceria riang
Nun di atas menari-nari
Ditiup angin si buah padi
Belalang sabar diam menanti
Melirik cacing muncul lagi
Sambil mengoyang-goyangkan antena
Belalang mengarahkan pandangan mata
Kepala cacing ia terka-terka
Akan keluar atau tetap di
lubang saja
Cacing kecil manalah tahu
Di luar aman ataukah ada seteru
Andai ada burung terkuku
Alamat hilang badan nan satu
Ataupun moncong itik sawah
Yang menyedot makanan dengan serakah
Peduli cacing, lipas dan ulat lintah
Semua masuk ke tembolok pindah
"Cacing kecil,
Di luar aman,
Tak ada sesiapa,...
Silakan keluar. Ini pagi yang
indah...
Lihat matahari di timur mengambang
Menjanjikan hidup nan penuh berkah...." sapa Belalang
"Betulkah?" jawab cacing kecil.
Keluar lubang barang sebentar
Menghangatkan tubuh yang bulat bundar
Merayap memanjang kendor tegar
Melhat alam meikmati suasana sekitar
Wahai temanku si belalang
Sedang apa engkau gerangan
Apakah perutmu sudah kenyang
Memakan padi bulir setandan?
Demikian sapa Cacing Kecil.
Belalang tersenyum mendengar
Sambil melirik ke bawah
Belalang menjawab bangga
Tiada kumakan padi berbuah
Daunnya yang aku suka
Cacing beringsut ke muka tanah
Menikmati terpaan cahaya terang
Sambil memandang berbagai arah
Takut disambar burung terbang
O muka air sawah beriak
Daun gulma basah berembun
Ikan Rasbora jalan berarak
Cacing memperhatikan di bawah
daun
Wahai temanku si belalang
Tolong lihatkan dari atas
Andai ada manusia datang
Kepalaku bisa terinjak sandal
keras
Belalang menggeser tempat hinggapnya
Mencoba melihat suasana sekitarnya
Pagi sepi hijau merona
Dan belum tampak ada manusia
Damai di ekosistem kecil
Burung pipit memanggil-manggil
Matanya hitam mungil
Paruhnya mencicit usil
Hai Cacing merah di muka tanah
Taukah engkau jauh disana
Ada banyak rumah
Ditinggali kawanan manusia
Merekalah yang menanam padi
Di saat musim hujan tiba
Mereka memupuk dan menyiangi
Dan menunggu bulir kuning tua
Ah, sayang engkau tak bisa terbang
Tentu terlihat indahnya lanskap
Melihat padi, jagung dan kacang
Serta daun kelapa menyentuh
atap
Cacing kecil jadi termangu
Lanskap pemandangan, kayak apakah itu
Apakah coklat, hijau atau biru
O, ingin ia punya sayap walau semu
Di sebelah sana Cing, ada sungai
Airnya jernih berbatu-batu
Suara alirannya sungguh aduhai
Membuat hati menjadi sendu
Demi mendengar cerita belalang
Tentang air yang mengalir
Embun di daun ikut menopang
Betul, indah sekali Cing,
perjalanan air
Tetes embun lalu bercerta
Pengalamannya berkelana
Dari sungai, laut hingga membubung ke udara
Bahkan sampai di dalam gelas
atas meja
Suatu kali, cerita si Tetes Embun
Aku mengalir dari mulut teko
Setelah direbus dalam panci
Masuk ke gelas seorang Koko
Dicampur dengan teh wangi
Kemudian dihirup masuk perut
Becampur dengan makanan lain
Daging babi dan daging siput
Bergumul dalam asam, pedas dan asin
Lemak babi kepintal berkali-kali
Tapi gagal dan gagal lagi
Akhirnya kubiarkan saja jadi basi
Sampai melewati usus duabelas
jari
Tak lama aku berpindah
Masuk ke dinding usus bercampur darah
Mengalir ke otak dan membayang di wajah
Hingga kuintip dolar dan rupiah
Namun itu tada lama
Siklusku berubah berirama
Terpelanting ke lubang tanpa nama
Bercampur benda busuk tak
terkira
Untunglah kami cepat disiram
Berpindah dalam saluran kelam
Lalu mengalir ke laut dalam
Hingga sesakku hilang
padam,...uh
Belalang hijau tertarik medengar
Perjalanan panjang setetes air
Iapun segera berujar
Lain kali, disini sajalah kita
berpendar
Bagiku cukuplah dedaunan disini
Ada genjer, rumput dan daun padi
Jika hujan turun,, aku pergi
Menghindar dan menyelamatkan diri
Terkadang aku terbang tinggi
Melantas sawah, hutan dan sungai
Indahnya tiada terperi
Daun-daun seperti melambai
"Engkau sering melintas kampung manusia kan"
Embun bertanya menyelidik
Tentu engkau terheran-heran
Mereka besar, berbudaya dan
terdidik
Kemarin kuhinggap di halaman mereka
Di pohon jambu yang tengah berbunga
Kulihat di depan terasnya
Anak putrinya menyapu lantai
ceria
"Menyapu?" tanya Cacing.
Ia tak mengerti aktifitas itu
Banyak istilah yang buat ia pusing
Tapi cerita temannya menggoda
kalbu
Ya menyapu, jawab Belalang
Membersihkan kotoran di sekittar
Kata mereka sampah harus dibuang
Supaya badan sehat dan segar
Cacing termenung diam
Sampah itu bagi cacing sangat berharga
Sisa makanan dan sisa tumbuhan
Adalah sangat menerbitkan
selera
"Teman," kata Embun
Sepertinya sinar matahari makin hangat
Aku mulai merasa tersetrum
Serasa berubah menguap beralih tempat
Ya, badan mulai
terasa panas
Aku kembali ke dalam lubang
Menyerap sari tanah nan luas
Menjaga agar tak kerontang
Cacing mundur ke dalam
tanah
Embun terbang ke langit atas
Belalang melayang ke pinggir sawah
Mencari lindungan daun talas